Ini mungkin berita yang memilukan hati bagi kita yang membacanya ( fajar, sindo,dll ), bagaimana tidak, seorang ibu yang sedang hamil dan seorang anaknya yang masih di bawah umur, meninggal karena kelaparan, tidak makan selama beberapa hari. Dan ternyata, yang lebih memilukan lagi, bahwa ternyata kejadian tersebut terjadi di daerah di mana kita berada, hidup dan mencari makan, Makassar, Sulawesi-selatan, kota yang terkenal dengan sebutan sumber lumbung padi indonesia.
Melalui tulisan ini saya ingin mengangkat sebuah kisah, kisah yang mungkin kita semua pernah membaca atau mendengarnya dari berbagai sumber. Untuk sekedar mengingat kembali, sebuah kisah tentang seorang pemimpin muslim, Umar bin Khattab, seorang Khulafaur Rasyidin, tepatya yang khalifah kedua.
Dikisahkan, pada suatu malam, sebagai seorang pemimpin yang memperhatikan nasib rakyatnya, Umar bin khattab keluar dari rumahnya berkeliling untuk mengecek keadaan rakyatnya, mungkin ada yang belum tidur atau sebagainya. Hingga dia melewati sebuah rumah, dia mendengar pembicaraan antara seorang ibu dan anaknya. Setelah umar bin kahttab menyimak lebih lanjut isi pembicaraan tersebut, ternyata isi pembiacaraan tersebut mengenai masakan yang sedang di masak oleh sang ibu, di mana karena sangat laparnya sang anak, maka ia mananyakan terus-menerus kepada sang ibu perihal masakan sang ibu, kapan kiranya masakan sang ibu akan masak dan bisa untuk dimakan, tetapi sang ibu hanya menjawab bahwa masakannya akan masak sebentar dan sebentar lagi. Timbullah niat Umar bin Khattab untuk mengetahui apa sebenarnya masakan yang sedang di masak oleh sang ibu, hingga diketahuilah kemudian olehnya bahwa yang dimasak oleh sang ibu adalah pasir, yang di masak begitu lama dan begitu lama dengan harapan bahwa sang anak akan tertidur dengan lelahnya karena menunggu dengan lapar.
Mengetahui hal tersebut, sangat menyesal dan merasa bersalahlah Umar bin Khattab, dan segeralah dia menuju gudang negara, untuk mengambil sekarung gandum, dan diberikannya kepada sang ibu. Setibanya di gudang, diambillah olehnya sekarung gandum, dan di pikullah olehnya. Melihat hal tersebut bertanyalah sang penjaga gudang untuk apa kiranya sang Khalifah mengambil sekarung gandum dan memikulnya sendiri di tengah malam begini. Dan diceritakanlah oleh umar bin khattab perihal sang ibu dan anak yang sedang kelaparan. Mendengar cerita tersebut timbullah hati sang penjaga gudang untuk membantu memikul gandum yang sedang dipikul oleh sang khalifah. Mendengar keinginan sang penjaga gudang tersebut, dengan sedih Umar Bin Khattab menjawab bahwa membawa gandum tersebut kepada sang ibu dan anak adalah tanggung jawabnya sebagai seorang khalifah, dan dia tidak ingin kalau kelak di akhirat, di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dia ditanya tentang tanggung jawabnya sebagai khalifah dan dia mengabaikan tanggung jawab tersebut.
Dari cerita yang cukup panjang dia atas, dapat dikaitkan dengan judul yang ada di atas, sungguh ceritanya mungkin sama, tentang ibu dan anak yang kelaparan, tapi dengan pelaku dan hasil akhir cerita yang berbeda. Kalau pada cerita Umar Bin Khattab di atas, kita mengetahui bahwa Umar Bin Khattab sebagai pemimpin bertanggung jawab terhadap kehidupan rakyatnya. Berbeda dengan cerita dari judul yang tertera di atas, di mana sang pemimpin sama sekali tidak terlibat dan mengabil peran sesuai dengan fungsinya.
Tapi pada tulisan tidak akan dibahas tentang keadaan pemimpin kita sekarang, yang baik jika ada maunya, seperti pepatah “ ada udang di balik batu “ karena sekarang sudah ada pepatah barunya “ ada udang di balik bakwan 500 “, serta kerjanya hanya saling melempar masalah.
Kalau kita pernah membaca cerita tentang ibu dan anak yang mati kelaparan tersebut, baik di koran maupun lewat media massa, maka dapat diketahui bahwa, ternyata sang ibu hidup dikalangan orang banyak, bertetangga dan bermasyarakat. Tapi yang perlu di garis bawahi dan dipertanyakan ialah tanggung jawab para tetangga dan masyarakat di sekitanya, di manakah mereka saat sang ibu dan sang anak membutuhkan beberapa suap nasi untuk sekedar menghilangkan rasa laparnya? Ataukah mereka pada sibuk untuk mencari rezekinya sendiri, agar hidupnya bertambah baik sehingga mereka lalai terhadap tetangganya sesama muslim, padahal AL-Qur’an betul-betul telah menyinggungnya,
“Kamu telah dilalaikan oleh kemewahan, Hingga masuk keliang kubur” Surat At_Takasur 1-2.
Bahkan pada surat Al-Ma’un di cap sebagai orang yang mendustakan agama
“Taukah kamu orang mendustakan agama ( hari pembalasan ), yaitu orang yang menghardik anak yatim, dan tidak memberi makan terhadap orang miskin” Al-Ma’un 1-3
Namun, bagaimana dengan diri kita, yang berada cukup jauh dari tempat kejadian, apakah kita juga mempunyai tanggun jawab terhadap kejadian diatas? WALLAHU A’LAM, yang jelasnya, kita hanya bisa berharap mudah-mudahan kejadian seperti itu tidak akan terulang dan terjadi lagi disekitar kita, dengan saling memperhatikan sekeliling kita, dan saling membantu,dan saling memberi.
Karena keperti sabda Nabi Muhammad yang maknanya mungkin seperti ini "saling memberilah kalian agar kalian saling mengasihi dan menyayangi" atau seperti kata bank Iwan memberi itu terangkan hati. Dan agar kita termasuk dalam golongan “orang-orang yang beruntung, yaitu orang-orang yang beriman dan beramal saleh, yang saling membantu dalam hal kebaikan”.Amin
Mudah-mudahan bermanfaat, Kalau ada tulisan yang salah mengenai firman Allah, Sabda Nabi, dan kisah di atas mohon di koreksi yach bapak ibu Admin.
Wassalam, just for look
No comments:
Post a Comment